Home
Demi Keadaan yang Lebih Baik

Sudah Cukup Derita Kami


PENGHAPUSAN status daerah operasi militer (DOM) bagi Aceh yang diumumkan Pangab Jenderal Wiranto adalah sebuah surprise. Tidak mengada-ada kalau masyarakat Aceh menyambut peristiwa historis itu dengan situasi batin yang berbaur antara keharuan dan sukacita. Tidak berlebihan pula kalau mereka tertawa sambil berderai air mata.

Sulit dibayangkan situasi perang yang diciptakan dalam alam kemerdekaan sejak 1991 berakhir dengan begitu singkat dan gampang. Keangkeran dan over-acting yang menandai kehadiran operasi militer terhapuskan oleh sebuah keberanian yang seharusnya sudah diperlihatkan sejak dulu.

Akan tetapi, walaupun terlambat, pimpinan ABRI telah melakukan langkah yang tepat. Karena, dalam rangka memulihkan citra ABRI, tidak bisa dibenarkan dengan dalih apa pun menyiapkan tentara dalam jumlah besar untuk berperang dengan rakyatnya sendiri di dalam negara sendiri.
Operasi militer untuk menumpas Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) adalah sebuah penderitaan kemanusiaan yang sangat dahsyat bagi masyarakat Aceh. Daerah yang menyumbangkan banyak pahlawan bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia tiba-tiba terpojokkan sebagai wilayah separatis karena segelintir orang yang kecewa berteriak tentang Aceh Merdeka.

Karena di sana bersembunyi para pemberontak yang dinilai mengganggu kenyamanan republik--padahal Aceh sampai sekarang tetap setia sebagai wilayah Indonesia--masyarakat yang patriotik ini terluka secara psikologis. Mereka dicap sebagai GPK.
Atribut yang dipaksakan ini tidak hanya sekadar kata. Implikasinya justru lebih kejam dari dentuman senjata. Karena, untuk menandingi GPK yang sedikit itu ABRI ternyata telah menempuh kebijakan overkilling. Ibarat membunuh lalat dengan meriam. Aceh lalu dinyatakan sebagai DOM dengan mengerahkan entah berapa puluh batalion.

Masyarakat Aceh telah membuktikan integritas sebagai warga bangsa dan negara Indonesia yang tidak diragukan lagi. Di saat penguasa menuntut kesetiaan buta, orang Aceh memperlihatkan daya kritisnya yang tajam.
Kritisisme itulah sesungguhnya yang terjadi di Aceh. Mereka berteriak tentang kemiskinan yang dialaminya padahal Aceh bukan daerah minus. Mereka berteriak tentang pengerukan sumber daya alam di depan matanya sementara mereka hanya menjadi orang asing di kampung halamannya sendiri. Daya kritis, semangat egaliter serta basis keagamaan yang kuat itulah yang menyebabkan kegigihan Aceh disalahtafsirkan sebagai pemberontakan.

Semangat egaliter Aceh diperlihatkan lagi kemarin di hadapan Jenderal Wiranto. DOM yang begitu traumatis disambut mereka dengan derai air mata dan keharuan tanpa dendam begitu dinyatakan dicabut.

Sebuah buku yang penuh dengan catatan kelam sudah ditutup. Rakyat Aceh kini membuka bab baru dalam buku kehidupannya yang mungkin berjudul: Cukup Sudah Derita Aceh.

Mengapa ABRI Membantai Masy. Suku Aceh??
(14 September 1998 15:07 WIB

Akibat Dari Kerusuhan Lhokseumawe: Mengapa Saya Yang Harus Jadi Korban
(19 September 1998 12:00 WIB

DOM Tinggalkan Trauma Perkosaan
(19 September 1998 12:00 WIB

Saya Tetap Disiksa Meski Baru Melahirkan, Dan Kemaluanpun Disetrum
(14 September 1998 19:00 WIB

Didepan Ibunda Dan Tetangganya, Dia Dihabisi Dengan Tembakan
(14 September 1998 18.30 WIB

Tubuh Saya Direndam Sampai Pagi, Meski Seharian Tidak Diberi Makan
(14 September 1998 17.30 WIB

Dalam Sehari Ayah & 2 Abang Saya Didor..
(10 September 1998 17:00 WIB

Iskandar: Sebait Doa Untuk Korban DOM
(10 September 1998 16:50 WIB

Abdul Muis Nasution: Duka Masyarakat Aceh
(10 September 1998 16:30 WIB

Selembar "Surat Cinta" Untuk Imbrahim Hasan
(10 September 1998 16:00 WIB

Kerusuhan Di Lhokseumawe: Ada Kelompok Yang Ingin Alihkan Fakta Kuburan Massal
(05 September 1998 10:00 WIB

Kerusuhan Di Lhokseumawe Memakan Korban Nyawa & Luka Parah
(03 September 1998 16.30 WIB

Dengan Alasan Tambah Parahnya Kerusuhan Di Lhokseumawe, Pangab Menangguhkan Penarikan Pasukan

Banyak Pihak Yang Mensinyalir Bahwa Kerusuhan Itu Hasil Sebuah Rekayasa

Masyarakat Kuta Makmur Lhokseumawe Gali Sendiri 13 Kerangka

Sejumlah Orang Hilang Akibat Ekses DOM Yang Dijemput Secara Paksa Belum Diketahui

Sembilan LSM & Badko HMI Aceh Dituntut Untuk Mengusut Tuntas Kasus Orang "Dibuang"

KOMNAS HAM 12 Mayat Di Bukit Seuntang

KOMNAS HAM Temukan 7 Kerangka Di Sebuah Kuburan Massal

Penjelasan Wiranto Tentang Pencabutan DOM Di Aceh Di Pendopo Bupati Aceh Utara

Gubernur Kirim Surat Kepada Presiden Agar DOM Dicabut Di Aceh