LHOKSEUMAWE. Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mencabut
status Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) ABRI dan memerintahkan
semua satuan yang berasal dari luar Aceh agar kembali ke pangkalannya
masing-masing.
''Kepada Pangdam I saya beri waktu sebulan untuk menarik semua pasukan yang
bukan organik Aceh,'' kata Jenderal Wiranto di Lhokseumawe, kemarin.
''Selaku pimpinan ABRI saya putuskan bahwa keamanan Aceh sepenuhnya saya
serahkan kepada rakyat Aceh sendiri, yaitu kepada para ulama, tokoh
masyarakat, para guru, pejabat pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat
termasuk satuan-satuan ABRI milik Polda dan Korem-Korem Aceh sendiri.''
Wiranto yang didampingi Kasum ABRI Letjen Fachrul Razi, Asisten Operasi
Kasum ABRI Mayjen Jhony J Lumintang, Sesmen Hankam Brigjen Bambang
Sutedjo, dan Ka-BIA Mayjen TNI Zacky Anwar Makarim tiba di Lhokseumawe
kemarin pagi langsung dari Jakarta dengan pesawat khusus.
''Setelah mendapat restu dari Presiden Habibie, mulai hari ini ABRI akan
menghapus satus Aceh sebagai DOM dan akan segera menarik satuan-satuan di
luar Aceh September tahun ini. Ini dilakukan mengingat daerah Aceh sudah
relatif aman,'' ujar Wiranto, di hadapan anggota Muspida dan tokoh masyarakat
serta alim ulama Aceh dalam silaturahmi yang berlangsung di aula kabupaten.
Begitu Wiranto menyatakan bahwa status DOM dicabut, seruan Allahu Akbar
membahana. Para hadirin terlihat gembira. Tetapi ada juga yang tenggelam dalam
keharuan dan meneteskan air mata. ''Hari ini Wiranto adalah tokoh keramat bagi
orang Aceh,'' ujar seorang pejabat Pemda kepada Media. ''Ini peristiwa
bersejarah. Wiranto mengembalikan kepercayaan daerah ini terhadap pemerintah
pusat maupun ABRI yang nyaris hilang,'' katanya.
Keharuan serupa terjadi lagi ketika Wiranto mengungkapkan pencabutan DOM
dalam silaturahmi dengan tokoh masyarakat dan ulama seusai salat Jumat di
Masjid Baiturrahman. Gubernur Aceh Syamsuddin Mahmud mengatakan apa yang
diumumkan Wiranto kemarin sebenarnya sudah menjadi aspirasi lama seluruh
masyarakat daerah "Serambi Makkah". Karena, demikian Gubernur, status DOM
merupakan penghambat terbesar arus investasi luar ke daerahnya.
Minta maaf
Pada kesempatan itu Wiranto juga meminta maaf atas tindakan oknum ABRI yang
menyakitkan hati masyarakat. ''Bila mereka melakukan kekhilafan jangan
segan-segan menegur untuk memperbaikinya. Laporkan pada pimpinannya jika
mereka melakukan tindakan tidak terpuji pasti akan ditindak sesuai dengan
prosedur,'' kata Wiranto.
Dengan dicabutnya status DOM, demikian Pangab julukan Gerakan Pengacau
Keamanan (GPK) sudah tidak relevan lagi sehingga diganti dengan Gerakan
Pengacau Liar (GPL) atau gerakan pengacau sesuai dengan nama pemimpinnya.
''Meskipun secara jujur dan realistis kita akui bahwa masih terdapat sejumlah
kecil GPK bersenjata, saya pikir ABRI harus segera lebih mengecilkan jumlah
satuannya yang ada di daerah ini,'' kata Pangab yang disambut tepuk tangan
masyarakat.
Wiranto mengatakan, tidak realistis bila ABRI masih mempertahankan jumlah
satuannya seperti pada saat ini, namun tidak juga realistis bila ABRI gegabah
menarik habis pasukannya, padahal rakyat harus dilindungi dari gangguan GPK
bersenjata yang nyata-nyata masih ada.
''Saya pikir tidak realistis pula bila dalam keadaan yang sudah relatif aman ini
saya masih menugaskan satuan-satuan dari luar Aceh untuk bertugas di sini,''
katanya.
Sementara itu pemuka adat Tengku H Usman Adu Kuta Krueng menyatakan
berterima kasih kepada Pangab dan minta GPL untuk kembali dari
persembunyiannya. Pencabutan status DOM itu terjadi di saat pers dan LSM
meributkan pelanggaran hak asasi manusia di daerah tersebut selama operasi
militer yang berlangsung sejak 1991. Pers melaporkan bahwa di Aceh terdapat
beberapa tempat yang diduga sebagai pemakaman massal.
Sumber Media mengungkapkan satu peleton Kopassus sudah ditarik dari Aceh.
Yang tinggal masih satu SST Zipur dan tiga batalion yaitu batalion 111, 112, dan
113.