Kerusuhan Lhokseumawe; Hasil Rekayasa ??!

KAMIS, 3 SEPTEMBER 1998

LHOKSEUMAWE (Waspada): Ketua DPD Golkar Aceh Mayjen (Purn) H. Teuku Djohan dan Ketua DPD PPP Cabang Aceh Utara Tgk. H.Saifuddin Ilyas mensinyalir kerusuhan massa di Lhokseumawe, mempunyai indikasi sebuah hasil rekayasa ''aktor intelektual'' semata.

Mengenai siapa sosok ''aktor intelektual'' yang dimaksudkan, baik Djohan maupun Saifuddin dalam keterangan terpisah tidak mau menunjuk orangnya. ''Saya rasa anda dan saya sama tahu merasa dan meraba dan meraba siapa sih di balik kerusuhan yang menewaskan dan melukai belasan penduduk sipil tak berdosa itu,'' ujarnya Rabu (2/9) secara terpisah.

Baik kedua pimpinan parpol maupun tokoh masyarakat lainnya yang sempat dihubungi Waspada secara langsung maupun pertelepon mengutarakan, yang pasti ''aktor perekayasaan'' itu adalah mereka yang anti penarikan Daerah Operasi Militer (DOM).

Para tokoh masyarakat ini meminta aparat penegak hukum dan pimpinan ABRI setempat untuk mengungkapkan perekayasaan murahan telah mencoreng nama Aceh ini. Kami jadi yakin ABRI mampu melaksanakan itu guna menciptakan suasana aman dan kondusif pada era pasca DOM.

Menurut Saifuddin, indikasik ke arah ini muncul sebelum penarikan pasukan ABRI pada gelombang kedua, pada Jumat (28/8) lebih dahulu beredar selebaran yang mengandung seruan agar masyarakat ramai-ramai menghadiri upacara penarikan ABRI.

Selain itu, sesungguhnya rakyat Aceh yang agamais dan trauma selama pemberlakuan DOM tak mungkin berani mencaci maki dan melempar mobil Kopassus indikasi lain katanya, siswa yang banyak berdatangan dari luar dan ada yang membajak bus serta truk ke Lhokseumawe, ternyata para siswa itu kebingungan dan tak jelas yang mana harus dijadikan sasaran dan inceran.

Kenyataanya, kebrutalan mereka tak dapat membedakan lawan dan kawan. Padahal kita tahu masyarakat kita sudah sangat kapok dengan pemberlakuan DOM, kini mereka ingin hidup tenang serta bebas dari rasa takut berkepanjangan.

Orang Aceh sekarang tak mau lagi diajak makar. Itu tak mungkin, apalagi massa tak jelas batas usia, pelajar SLTP, SMU hingga murid SD pun ikut-ikutan, tukas tokoh lainnya.

Untuk itu selain mengutuk perlakuan ini, dia juga mengajak masyarakat jangan mudah terpancing isu yang dilontarkan untuk mengadu domba sesama masyarakat Aceh sendiri. (b0