|
From: Forum LSM Aceh
Salam Referendum dan Merdeka
Ternyata ABRI dan pemerintah RI belum menampakkan kesungguhannya dalam menjawab dan mau untuk menyelesaikan kasus yang terjadi pada rakyat Aceh. Khususnya bagi ABRI, akan selalu menyikat habis lawan-lawan politiknya. Tidak hanya rakyat yang merupakan bagian terkecil dari rakyat Aceh yang dibantai, bahkan mahasiswa pun menjadi sasaran moncong senapan yang berisikan peluru-peluru dari jerih keringat rakyat. Apa yang terjadi pada rekan-rekan mahasiswa yang berada di tempat lain, juga terjadi di Aceh.
Wujud pelanggaran HAM dan pelanggaran Demokrasi telah banyak dilakukan oleh abri yang di dalam dwi fungsi-nya tidak mengakui hak azasi manusia. Apa yang dialami oleh rekan-rekan mahasiswa di Aceh dalam menyerukan suara rakyat melalui yang telah menjadi keputusan bersama yaitu "REFERENDUM" dianggab tidak sesuai dengan uu dan tidak konstitusional. Kalau mengeluarkan pendapat dan menyuasakan suara hati nurani dalam menentukan sikap rakyat atas negara yang telah lama menjalankan cara-cara penjajah dan memakai undang-undang hasil produk penjajah dianggab tidak demokrasi, maka undang-undang tersebut harus di rubah karena yang justrun tidak demokratis adalah UU-nya atau UUD-45. Kejadian yang dialami oleh 3 (tiga) orang mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) pada senin (22/2/1999) yang ditangkap oleh
2 (dua) truk satuan brimob adalah wujud dari pelanggaran yang dilakukan oleh pihak keamanan yang melarang serta menagkap tanpa prosedur yang menyuarakan aspirasi rakyat melalui "REFERENDUM". Dan juga sangat melanggar hukum HAM tindakan pengkapan yang dilakukan tersebut karena tiga orang mahasiswa dihadapi dengan dua truk pasukan, serta betapa aparat militer tersebut tidak mengerti hukum yang dijalankannya.
Juga apa yang terjadi pada senin (2/3/1999), mahasiswa Aceh yang berada di Banda Aceh mengadakan aksi demontrasi didepan DPRD Aceh terjadi sebuah insiden yang dilakukan oleh pejabat. Kejadian yang terjadi sesaat mahasiswa yang melakukan aksi dari pukul 09.00 wib yang diikuti dengan orasi-orasi menyarakan agar pemerintah daerah serta wakil-wakil rakyat yang berada pada lembaga DPRD Aceh mendukung "REFERENDUM" yang disuarakan oleh rakyat dan mahasiswa Aceh. Tetapi pada sekitar pukul 11.00 wib ketika mahasiawa berorasi ditanggapi lain oleh salah satu fraksi yang ada di DPRD Aceh, sehingga terjadi dialog yang sangat sengit yang pada saat itu berhadapan dengan ketua fraksi karya yaitu H.T Daswis. Yang terjadi malah ketua fraksi karya tersebut mengeluarkan rencong dan menghujamkan kepada salah seorang mahasiswa yang beraksi yang berhasil dihinhari dari tusukan tersebut. Saat itu mahasiswa yang lain memanggil aparat polisi yang berada disekitar gedung DPRD tersebut,H.T Darwis lari sebelum aparat kepolisian datang. Ini menujukkan bahwa betapa bejatnya dan pengecutnya mental pejabat dan mental wakil rakyat serta tidak sigabnya aparat keamanan untuk membasmi preman yang justru ada dalam lembaga perwakilan rakyat, tapi hanya mampu membasmi preman-preman kampung.
Dengan kejadian ini juga menunjukkan betapa kader partai politikyang ada di negara ini yaitu Golkar ikut menciptakan kelompok-kelompok preman yang dibina melalui wadah yang dibentuk. Dan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh juga tidak lepas dari tanggung
jawab dan dosa yang dilakukan oleh Golkar selain bekas preman terminal juga termasuk dalam organisasi Pemuda Pancasila.Kejadian lain pada sekitar pukul 15.30 wib penerunan bendera "REFERENDUM" yang dilakukan oleh keparat ABRI dan kejar-kejaran yang dikakukan mahasiswa sampai dikantor pembantu korem teuku umar di peuniti untuk merebut kembali bendera Referendum tersebut.
Kalau pelanggaran HAM di Aceh, Ambon, ETimur, dan Irian Jaya terus terjadi yang dilakukan oleh malaikat pembunuh (ABRI) juga masih berkeliarannya penembak-penembak misterius serta pemberlakuan tembak ditempat dan wakil-wakil rakyat yang rela untuk diam disaat rakyat dibantai, maka dalam suasana tersebut tidak pantas pemilu diadakan. Tetapi jalan untuk menentukan itu semua adalah melalui kebulatan suara rakyat, dan itu harus dicapai dengan "REFERENDUM". Walaupun UU tentang referendum di cabut, maka UUD-45 pun tak dapat dipakai lagi.
Dari :
=M.Taufiq,Rael= ( S M U R )
|