Temuan TPF Aceh Utara : Tewas 115 dan 243 Disiksa

Hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) Aceh Utara yang turun menyisir pedesaan di daerah tingkat II itu, sampai Kamis (17/9), berhasil mendata sementara para korban DOM mencapai 115 orang tewas dibunuh dan 243 orang disiksa.

Akibat pembunuhan dan penyiksaan itu yang diduga dilakukan aparat dan GPL, membuat 597 anak menjadi yatim, termasuk anak hilang yang sampai kemarin didata 166 kasus, sementara wanita janda sudah terdata 188 orang. Koordinator Tim B-1 dan B-2, TS Sani, yang kemarin turun ke Meurah Mulia, kepada Serambi mengatakan, kebanyakan para korban adalah tindakan oknum militer saat melakukan operasi di berbagai kecamatan. Sampai kemarin, katanya, hanya 11 orang baru ditemukan korban tindak kekerasan yang dilakukan GPL. Namun timnya sudah mendapat informasi bahwa di kawasan Syamtalira Bayu masih ada beberapa orang lagi korban GPL, tapi Tim B-1 kemarin belum bisa mendata karena ketika tim ke lokasi hujan mengguyur kawasan tersebut.

Dalam kunjungan ke Kecamatan Meurah Mulia, kata TS Sani didampingi M Yusuf Ismail Pase SH, tim menemukan berbagai kejanggalan yang seharusnya tidak perlu dilakukan aparat sebagai penganyom masyarakat. Misalnya di Jungka Gajah, 16 ekor kambing dan dua ekor lembu warga ditembak oknum AB, yang diketahui anggota Koramil kecamatan itu. Setelah lembu ditembak, oknum itu memaksa pemiliknya agar membayar peluru Rp 100.000 sebutir, kalau lembu ditembak dengan dua peluru harus bayar Rp 200.000 dan jika tidak dibayar akan menerima sanksi hukum dari oknum aparat.

Seperti dialami Tgk Alibasyah (50) penduduk Ujong Batee, Cut Ancar (70) Desa Beuringen, M Yunus (56) Menje Payong dan beberapa warga lainnya ikut mengalami kerugian akibat lembu dan kambingnya ditembak oknum AB. Penembakan binatang ternak penduduk yang dilakukan oknum aparat diakui beberapa kepala desa yang ikut menandatangani blanko yang telah diisi warganya ketika dikonfirmasi TPF.

Selain penembakan binatang ternak, tim TPF juga menemukan kejanggalan oknum aparat yang menyiksa korbanya gara-gara jaga malam dan gara-gara sengketa tanah dan masalah utang-piutang. Bahkan, ada korban hilang nyawanya karena tidak memenuhi permintaan aparat, seperti Kepala Desa Leubok Mane, Kecamatan Tanah Jambo Aye Geusyik Hasyem. Ia tewas setelah menolak permintaan oknum aparat. Sedangkan Geusyik Samidan, Kepala Desa Padang Meuria, lolos dari cengkeraman maut setelah memberikan uang Rp 5 juta lebih.

Dilarang mengadu

Lain lagi ditemukan TPF di Kecamatan Samudera Geudong. Janda Nek Mariah (60) yang lebih dikenal dengan sebutan Nek Pulo, penduduk Desa Kampung Baro, kehilangan anaknya Mohd Saleh (33) ketika dilancarkan pemeriksaan KTP di Cunda tahun 1990 lalu. Korban ditangkap dan sampai sekarang tidak diketahui ke mana dibawa, namun janda miskin ini tidak mau membuat laporan kepada tim TPF, dengan alasan dilarang oleh uknum anggota DPRD Tk-II Aceh Utara.

Koordinator Tim, TS Sani, dan beberapa anggotanya mencoba berikan pengertian pada Nek Pulo tentang maksud dan tujuan tim diturunkan Bupati Aceh Utara. Namun, janda itu tetap membungkem seribu bahasa. "Saya diamanahkan oleh Bapak DPRD, kasus ini tidak dilaporkan kepada orang lain karena yang sah adalah DPR, lainnya semua bohong," kata janda itu yang membuat tim TPF pulang dengan tangan hampa.

Namun Kepala Desa Kampung Baro M Tahar, membenarkan anak Nek Pulo hilang diculik tahun 1990 dan akhirnya TPF mengambil keterangan Kades dalam kasus itu. TS Sani, sebagai koordinator Tim B-2 menyesali sikap oknum yang menakut-nakuti Nek Pulo. Seharusnya hal itu tidak perlu terjadi dalam pendataan kasus ini demi harkat dan martabat pemerintah daerah, kata TS Sani.