HARMOKO: TEMUAN TPF DI ACEH ADALAH SEBUAH FAKTA

(BRP) Ketua DPR/MPR H Harmoko menyatakan temuan Tim Pencari Fakta DPR-RI tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Aceh adalah fakta yang terjadi saat operasi militer. Karena itu DPR-RI kini berusaha menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai dengan fungsi dan peran yang diemban lembaga wakil rakyat.

Harmoko menjelaskan itu dalam pertemuan dengan masyarakat Indonesia di Belanda. Dalam acara di aula KBRI Den Haag, Belanda, Harmoko menjelaskan, saat TPF DPR-RI yang diketuai Hari Sabarno diterjunkan ke Aceh, banyak masyarakat memberikan masukan yang benar. "Dan apa yang didapat adalah fakta terjadinya tindakan pelanggaran HAM," kata Harmoko.

Sekarang ini, katanya, DPR justru mencoba menyelidikan tindakan serupa di propinsi lain, misalnya Irian Jaya, Timtim, dan daerah lain. Semua bentuk temuan, tambahnya, dapat dijadikan sebagai masukan bagi eksekutif untuk dapat memperbaikinya pelaksanaan tugas oleh lembaga atau instansi terkait pada masa mendatang melalui koreksi yang dilakukan DPR sebagai pengawas.

Fungsi pengawasan DPR ini, katanya, tidak akan dapat berjalan dengan baik begitu saja tanpa ada kerjasama dengan pers atau media massa yang juga berperan sebagai sosial kontrol serta masyarakat yang secara lansung mau memberikan masukan.

"Jadi, segala bentuk reformasi sudah dan akan terus dilakukan DPR sesuai dengan fungsi dan perannya, sehingga segala bentuk UU yang tidak sesuai lagi dengan zamannya tentunya harus secara bertahap (gradual), konstitusional serta konsepsional mengalami perbaikan, perombakan atau perubahan," kata Harmoko.

Optimis

Harmoko juga menyatakan optimis bahwa pelaksanaan Sidang Istimewa MPR, seperti yang pernah disuarakan menjelang pengunduran diri Presiden Soeharto pada bulan Mei lalu akan berjalan sesuai dengan rencana. Harmoko yang baru pulang menghadiri Konferensi Uni Parlemen Internasional di Moskow beberapa hari yang lalu menjelaskan, Sidang Istimewa MPR, dijadualkan berlangsung pada tanggal 10 November. Dan dua bulan sebelum sidang istimewa itu dilakukan lebih dulu Badan Pekerja MPR harus bersidang membahas materi yang akan dijadikan bahan untuk sidang istimewa MPR.

Dari hasil sidang umum istimewa tersebut nantinya, pihak DPR/MPR akan dapat menentukan jadual Pemilu yang dipercepat, karena aturan lalu yang dibuat pada era orde baru pelaksanaan Pemilu ditetapkan pada tahun 2002.

"Untuk itu, DPR harus mampu membuat UU tentang Pemilu, UU tentang kepartaian dan UU yang menyangkut sosial budaya yang sekarang ini sedang digodok dengan maksud agar pelaksanaan Pemilu berjalan sesuai dengan aspirasi dinamis masyarakat yang berkembang di era reformasi ini," ujarnya.

Adapun mengenai sistem Pemilu yang akan datang, akan ditentukan pada sidang umum istimewa, ujarnya seraya menambahkan bahwa sekarang ini belum ada suatu ketentuan bentuk sistem Pemilu yang akan dipakai dengan pengertian apakah akan menggunakan sistem distrik, proposional atau gabungan.

"Nanti setelah sidang umum istimewa, bentuk sistem Pemilu serta badan pengawasan Pemilu (election watch dog) baru dapat ditetapkan. Apakah akan menggunakan badan pengawasan Pemilu independen atau tidak, itu terserah pada hasil sidang umum istimewa DPR/MPR nantinya," ujar Harmoko.

Menurut dia, anggota DPR sekarang sedang melakukan pembenahan, perbaikan terhadap UU yang dibentukan pada era Orde Baru yang dinilai tidak sesuai semangat reformasi dalam usaha untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. (ant)